04/09/00
WARNET MENJAMUR DI YOGYA !
Jumlah dan pertumbuhan warung Internet (Warnet) di Yogyakarta sangat tinggi dibanding
kota-kota lain di Indonesia, atau bahkan di dunia. Animo pengunjung yang kebanyakan adalah
mahasiswa juga sangat mengagumkan. Dapat dikatakan warnet tak pernah sepi dari pengunjung.
Fenomena ini menunjukkan warga (mahasiswa) melek teknologi?
Setelah fenomena angkringan ( tenda makan murah meriah !) dan warung lesehan yang banyak
ditemui di kota Yogya , warnet sepertinya layak menjadi identitas baru kota ini.
Sebenarnya, belum ada data valid yang dapat menunjukan dengan pasti berapa jumlah warnet
di Yogya. Masalahnya, untuk mendirikan warnet tak perlu ijin khusus . Akhirnya
pertumbuhannya pun tidak dapat terpantau. Menurut Aziz Qodri, Marketing Manager Chamber
Group -perusahaan yang mempunyai beberapa warnet di Yogya dan Semarang- , jumlah warnet di
Yogya saat ini mungkin mencapai 150.
Kritis Tapi Miskin
Menurut Nadhif Alawi, mahasiswa Jurusan Teknik Elektro yang juga kolumnis
Suratkabar.com, sebab utama menjamurnya warnet adalah banyaknya mahasiswa yang berada
berada di Yogya, " katanya.. Dan itu dipengaruhi oleh faktor usia dan pergaulan antar
mahasiswa. "Tak heran lokasi pertumbuhan warnet di Yogya mengikuti letak kampus
Perguruan Tinggi."
Ada 2 lokasi yang menjadi pusat pertumbuhan warnet, yaitu di sekitar Jalan Kaliurang dan
Jalan Gejayan. Di dua daerah ini terdapat beberapa Perguruan Tinggi yang mempunyai jumlah
mahasiswanya cukup banyak, yakni UGM, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY -dulu IKIP
Yogyakarta), Universitas Sanata Dharma (USD) dan Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY).
Memang, tak hanya kota Yogya yang punya banyak kampus dan mayoritasnya anak mudanya
mahasiswa. Di kota lain semacam Malang, atau Surabaya mungkin jumlahnya tak berbeda
terlalu jauh. Namun Yogya mempunyai kekhasan terrsendiri. Wacana sosial politik di Yogya
lebih berkembang . Ada korelasi positif antara pertumbuhan wacana sosial politik itu
dengan kebutuhan akan informasi. Mahasiswa Yogya merasa lebih membutuhkan
fasilitas-fasilitas Internet. Walaupun mungkin hal ini tak sepenuhnya benar jika dilihat
situs-situs yang dibuka oleh konsumen warnet, yang kebanyakan masih untuk memenuhi
kebutuhan akan hiburan. Chatting, mailing dan situs-situs porno masih menjadi minat utama
Kondisi ekonomi juga menjadi salah satu faktor pertumbuhan warnet. Di Yogya
orang-orang yang merasa membutuhkan internet tidak didukung oleh kondisi keuangan. Untuk
berlangganan internet sendiri, mereka tak cukup mampu. Dengan biaya Rp. 2.500 sampai
Rp.4.000 mereka dapat memanfaatkan jasa warnet, untuk tiap jamnya.
Di kota lain, terutama Jakarta, orang-orang yang membutuhkan teknologi internet,
kebanyakan didukung kondisi keuangan yang lebih mapan. Apalagi tarif warnet di Jakarta
mahal, mencapai Rp.12.000 tiap jamnya. Sehingga mungkin tak jauh berbeda dengan
berlangganan sendiri. Atau bahkan bisa lebih mahal dibandingkan akses yang ditawarkan oleh
PT Telkom, yang tarifnya Rp.150 tiap menit. Cukup bermodal PC (Personal Computer ), modem
dan jaringan telepon, dapat bergabung dengan dunia maya internet.
Tidak Didukung Kampus
Institute Teknologi Bandung (ITB) sangat menyadari kebutuhan mahasiswa akan
teknologi informasi tanpa batas ini. Wildan, mahasiswa ITB angkatan 1998, bercerita bahwa
semua komputer di laboratorium, Sekretariat Himpunan Mahasiswa Jurusan, Sekretariat
Unit-Unit Kegiatan sudah dihubungkan dengan internet. "Cukup membayar iuran login
sebesar Rp.7 sampai Rp.10 ribu per mahasiswa.," katanya. Dan dengan mudah mereka
dapat ber-internet ria tanpa tambahan biaya, tanpa batasan waktu, asal komputernya sedang
tidak digunakan.
Meskipun begitu jumlah warnet di Bandung juga cukup banyak, meski tak sebanyak
Yogya. Rata-rata yang memanfaatkan jasa warnet di kota ini adalah mahasiswa non-ITB, atau
mahasiswa ITB yang menginginkan privasi lebih. "Layanan internet di kampus memang
tidak memperhatikan masalah privasi, " sambung Wildan.
Perhatian ITB terhadap internet sayangnya tidak dicontoh oleh kampus yang ada di
Yogya. Memang ada beberapa yang sedikit menaruh perhatian , misalnya Fakultas Ekonomi UGM,
Pasca Sarjana UGM ataupun di Akademi Komunikasi (Amikom). Namun sistem yang digunakan tak
beda dengan warnet pada umumnya, hanya lebih murah. Di Jurusan Teknik Elktro ada beberapa
komputer yang terkonek dan dapat digunakan gratis oleh mahasiswanya. Namun melihat
kualitas koneksinya, mahasiswa sana memilih lari kewarnet.
Alhasil yang merespon kebutuhan layanan internet mahasiswa Yogya adalah para pengusaha.
Dengan modal sebesar Rp.60 juta sampai Rp.100 juta dapat membangun sebuah warnet dengan
15-20 komputer. Perkiraan balik modal hanya selama dua tahun, sangat menarik para
pengusaha untuk berinvestasi di warnet. (Ukhid) |