log.gif (13574 bytes)
  Indeks  | Daftar Berita | Sapa Kami Pengelola

04/09/00
WARNET MENJAMUR DI YOGYA !

Jumlah dan pertumbuhan warung Internet (Warnet) di Yogyakarta sangat tinggi dibanding kota-kota lain di Indonesia, atau bahkan di dunia. Animo pengunjung yang kebanyakan adalah mahasiswa juga sangat mengagumkan. Dapat dikatakan warnet tak pernah sepi dari pengunjung. Fenomena ini menunjukkan warga (mahasiswa) melek teknologi?

Setelah fenomena angkringan ( tenda makan murah meriah !) dan warung lesehan yang banyak ditemui di kota Yogya , warnet sepertinya layak menjadi identitas baru kota ini. Sebenarnya, belum ada data valid yang dapat menunjukan dengan pasti berapa jumlah warnet di Yogya. Masalahnya, untuk mendirikan warnet tak perlu ijin khusus . Akhirnya pertumbuhannya pun tidak dapat terpantau. Menurut Aziz Qodri, Marketing Manager Chamber Group -perusahaan yang mempunyai beberapa warnet di Yogya dan Semarang- , jumlah warnet di Yogya saat ini mungkin mencapai 150.

Kritis Tapi Miskin
Menurut Nadhif Alawi, mahasiswa Jurusan Teknik Elektro yang juga kolumnis Suratkabar.com, sebab utama menjamurnya warnet adalah banyaknya mahasiswa yang berada berada di Yogya, " katanya.. Dan itu dipengaruhi oleh faktor usia dan pergaulan antar mahasiswa. "Tak heran lokasi pertumbuhan warnet di Yogya mengikuti letak kampus Perguruan Tinggi."
Ada 2 lokasi yang menjadi pusat pertumbuhan warnet, yaitu di sekitar Jalan Kaliurang dan Jalan Gejayan. Di dua daerah ini terdapat beberapa Perguruan Tinggi yang mempunyai jumlah mahasiswanya cukup banyak, yakni UGM, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY -dulu IKIP Yogyakarta), Universitas Sanata Dharma (USD) dan Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY).

Memang, tak hanya kota Yogya yang punya banyak kampus dan mayoritasnya anak mudanya mahasiswa. Di kota lain semacam Malang, atau Surabaya mungkin jumlahnya tak berbeda terlalu jauh. Namun Yogya mempunyai kekhasan terrsendiri. Wacana sosial politik di Yogya lebih berkembang . Ada korelasi positif antara pertumbuhan wacana sosial politik itu dengan kebutuhan akan informasi. Mahasiswa Yogya merasa lebih membutuhkan fasilitas-fasilitas Internet. Walaupun mungkin hal ini tak sepenuhnya benar jika dilihat situs-situs yang dibuka oleh konsumen warnet, yang kebanyakan masih untuk memenuhi kebutuhan akan hiburan. Chatting, mailing dan situs-situs porno masih menjadi minat utama

Kondisi ekonomi juga menjadi salah satu faktor pertumbuhan warnet. Di Yogya orang-orang yang merasa membutuhkan internet tidak didukung oleh kondisi keuangan. Untuk berlangganan internet sendiri, mereka tak cukup mampu. Dengan biaya Rp. 2.500 sampai Rp.4.000 mereka dapat memanfaatkan jasa warnet, untuk tiap jamnya.
Di kota lain, terutama Jakarta, orang-orang yang membutuhkan teknologi internet, kebanyakan didukung kondisi keuangan yang lebih mapan. Apalagi tarif warnet di Jakarta mahal, mencapai Rp.12.000 tiap jamnya. Sehingga mungkin tak jauh berbeda dengan berlangganan sendiri. Atau bahkan bisa lebih mahal dibandingkan akses yang ditawarkan oleh PT Telkom, yang tarifnya Rp.150 tiap menit. Cukup bermodal PC (Personal Computer ), modem dan jaringan telepon, dapat bergabung dengan dunia maya internet.

Tidak Didukung Kampus
Institute Teknologi Bandung (ITB) sangat menyadari kebutuhan mahasiswa akan teknologi informasi tanpa batas ini. Wildan, mahasiswa ITB angkatan 1998, bercerita bahwa semua komputer di laboratorium, Sekretariat Himpunan Mahasiswa Jurusan, Sekretariat Unit-Unit Kegiatan sudah dihubungkan dengan internet. "Cukup membayar iuran login sebesar Rp.7 sampai Rp.10 ribu per mahasiswa.," katanya. Dan dengan mudah mereka dapat ber-internet ria tanpa tambahan biaya, tanpa batasan waktu, asal komputernya sedang tidak digunakan.

Meskipun begitu jumlah warnet di Bandung juga cukup banyak, meski tak sebanyak Yogya. Rata-rata yang memanfaatkan jasa warnet di kota ini adalah mahasiswa non-ITB, atau mahasiswa ITB yang menginginkan privasi lebih. "Layanan internet di kampus memang tidak memperhatikan masalah privasi, " sambung Wildan.

Perhatian ITB terhadap internet sayangnya tidak dicontoh oleh kampus yang ada di Yogya. Memang ada beberapa yang sedikit menaruh perhatian , misalnya Fakultas Ekonomi UGM, Pasca Sarjana UGM ataupun di Akademi Komunikasi (Amikom). Namun sistem yang digunakan tak beda dengan warnet pada umumnya, hanya lebih murah. Di Jurusan Teknik Elktro ada beberapa komputer yang terkonek dan dapat digunakan gratis oleh mahasiswanya. Namun melihat kualitas koneksinya, mahasiswa sana memilih lari kewarnet.
Alhasil yang merespon kebutuhan layanan internet mahasiswa Yogya adalah para pengusaha. Dengan modal sebesar Rp.60 juta sampai Rp.100 juta dapat membangun sebuah warnet dengan 15-20 komputer. Perkiraan balik modal hanya selama dua tahun, sangat menarik para pengusaha untuk berinvestasi di warnet.
(
Ukhid)