log.gif (13574 bytes)
  Indeks  | Daftar Berita | Sapa Kami Pengelola

04/09/00
Mahasiswa KKN Tak Perlu "Mondok"

Mahasiswa UGM angkatan 1999 dan 2000 tak dikenai cicilan pembayaran KKN. Benarkah KKN akan dihapus? Atau akan ada format baru dalam pelaksanaannya?

Setiap pelaksanaan KKN (Kuliah Kerja Nyata) di UGM selalu mengundang kontroversi, baik masalah biaya yang dianggap terlalu tinggi, pembagian wilayah yang dirasa tidak adil sampai tentang cara kerja Lembaga Pengabdian pada Masyarakat (LPM), yang selama ini selalu mengkoordinasi pelaksanaan KKN, yang dianggap tidak profesional dan tidak mempunyai konsep yang jelas. Berbagai kritik dilontarkan banyak pihak, khususnya mahasiswa, yang tak jarang menginginkan penghapusan KKN dari kurikulum wajib program S1.

Dihapuskan saja?
KKN yang semula diarahkan sebagai implementasi salah satu dari Tridharma Perguruan Tinggi, yaitu pengabdian masyarakat dan meruntuhkan 'menara gading' antara universitas dan masyarakat kini dirasa telah mengalami pergeseran orientasi. Pendapat ini banyak dilontarkan oleh mahasiswa yang kecewa oleh pelaksanaan KKN. Gugun, mahasiswa Konservasi Sumber Daya Hutan yang menjalani KKN di Bantul tahun 1999 merasa diperlakukan seperti robot. "Banyak dosen yang arogan ketika memberi penilaian. Mereka hanya menilai dari apa yang mereka lihat, tanpa mau tahu masalah yang terjadi di lapangan," tuturnya. Gugun menambahkan hal itu membuat mahasiswa hanya bisa mengikuti perintah,tanpa bisa mengembangkan inisiatif dan pendekatan dengan masyarakat.

Budi,mahasiswa Fisipol yang baru menyelesaikan KKN di Magelang, lebih melihatnya sebagai pemborosan."Banyak sekali biaya yang kita keluarkan sehingga malas KKN," ujarnya. Budi juga menyebutkan bahwa mahasiswa sekarang mengambil KKN hanya untuk mengejar nilai, melengkapi jumlah sks-nya. Jarang sekali ada mahasiswa yang betul-betul ingin 'mengabdi' lewat KKN, karena itu ia sepakat jika KKN dihapuskan. "Hanya romantisme yang membuat kita tetap ingin mempertahankan KKN," tambahnya.

KKN Inclass
Mulai tahun 1999, mahasiswa baru tidak perlu membayar cicilan KKN per semesternya.Apakah ini indikasi KKN akan segera dihapuskan? Ketua Pusat Pengelolaan dan Pengembangan KKN, drg.M.Masykur Rahmat, A.B.M.,menjelaskan proyek semacam KKN tidak boleh dihapuskan sama sekali. "Meskipun namanya diganti, program ini harus tetap ada sebagai jembatan antara universitas dengan masyrakat," ujarnya.


Saat ini LPM tengah mengadakan rapat marathon dan dialog dengan rektor guna menggodok format baru KKN UGM. Menurut Masykur, mulai tahun 2002-2003 (khususnya untuk angkatan 1999 dan 2000) mahasiswa akan menjalani program KKN dengan wajah baru.KKN ini dibedakan menjadi dua sistem , yaitu outclass dan inclass. Mahasiswa boleh memilih salah satunya.Sistem outclass hampir tidak memiliki perbedaan dengan KKN alternatif yang berlaku saat ini dalam hal materi dan lokasi. "Tapi biayanya akan ditekan seminim mungkin agar tidak memberatkan mahasiswa," janji Masykur.

Pada sistem inclass, materi kuliah dibagi dua yaitu perkuliahan biasa atau pemberian teori dan praktikum dengan proporsi yang seimbang. Materi kuliah nantinya akan ditentukan LPM dan berkaitan erat dengan kewirausahaan dan teknologi tepat guna. Kerjasama dengan instansi kemasyarakatan juga akan lebih ditingkatkan. Yang paling membedakannya dengan KKN selama ini adalah dalam sistem inclass, mahasiswa tidak perlu mondok selama berbulan-bulan. "Mahasiswa cukup ngelaju saja ke desa-desa," tutur Masykur yang menyebut bahwa alternatif ini adalah demi efisiensi.

Jadi, KKN inclass ini akan lebih tampak seperti matakuliah biasa dengan praktikum yang diambil selama satu semester penuh. "Nama matakuliahnya masih belum ditentukan dan mungkin akan berbeda-beda di setiap fakultas,"jelas Masykur.

Revisi Total
Upaya LPM dan rektorat untuk mengadakan pemikiran ulang tentang konsep KKN ini disambut baik oleh Ari Dwipayana, dosen muda jurusan Ilmu Pemerintahan, yang menganggap konsep KKN UGM sudah 'kuno' dan perlu direvisi secara total."Sebenarnya dalam KKN yang penting bukan pendekatan rural dimana mahasiswa harus datang ke desa-desa,tapi sebaiknya kampus bekerja sama dengan elemen masyarakat sipil untuk membangun suatu aliansi guna memberdayakan masyarakat,"paparnya.

Lebih jauh Ari menambahkan, untuk menciptakan format baru KKN yang ideal memang sangat sulit karena masalahnya bukan hanya pada universitas, tapi juga pada masyarakat."Pemikiran masyarakat desa bahwa mahasiswa KKN akan menyelesaikan setiap masalah harus diubah karena kampus memang tidak melakukan intervensi,tapi hanya memfasilitasi masyarakat untuk menyelesaikan masalah,"tandasnya.

Rancangan format baru KKN ini juga didukung Wahyu,mahasiswa Fakultas MIPA yang belum pernah KKN, yang menyebutkan bahwa sistem inclass akan menghemat waktu dan biaya. Namun ia juga mengkhawatirkan model ini justru semakin mempertajam 'menara gading' antara kampus dan masyarakat. "Apa nantinya mahasiswa nggak semakin hanya mengejar nilai?" tukasnya. Memang konsep ini harus harus lebih disempurnakan dan mungkin LPM dan rektorat perlu melibatkan mahasiswa untuk menggodoknya.
(Marina, Aziz, Andari, Zaki)