04/09/00
Mahasiswa KKN Tak Perlu "Mondok"
Mahasiswa UGM angkatan 1999 dan 2000 tak dikenai cicilan pembayaran KKN. Benarkah KKN akan
dihapus? Atau akan ada format baru dalam pelaksanaannya?
Setiap pelaksanaan KKN (Kuliah Kerja Nyata) di UGM selalu mengundang kontroversi, baik
masalah biaya yang dianggap terlalu tinggi, pembagian wilayah yang dirasa tidak adil
sampai tentang cara kerja Lembaga Pengabdian pada Masyarakat (LPM), yang selama ini selalu
mengkoordinasi pelaksanaan KKN, yang dianggap tidak profesional dan tidak mempunyai konsep
yang jelas. Berbagai kritik dilontarkan banyak pihak, khususnya mahasiswa, yang tak jarang
menginginkan penghapusan KKN dari kurikulum wajib program S1.
Dihapuskan saja?
KKN yang semula diarahkan sebagai implementasi salah satu dari Tridharma Perguruan Tinggi,
yaitu pengabdian masyarakat dan meruntuhkan 'menara gading' antara universitas dan
masyarakat kini dirasa telah mengalami pergeseran orientasi. Pendapat ini banyak
dilontarkan oleh mahasiswa yang kecewa oleh pelaksanaan KKN. Gugun, mahasiswa Konservasi
Sumber Daya Hutan yang menjalani KKN di Bantul tahun 1999 merasa diperlakukan seperti
robot. "Banyak dosen yang arogan ketika memberi penilaian. Mereka hanya menilai dari
apa yang mereka lihat, tanpa mau tahu masalah yang terjadi di lapangan," tuturnya.
Gugun menambahkan hal itu membuat mahasiswa hanya bisa mengikuti perintah,tanpa bisa
mengembangkan inisiatif dan pendekatan dengan masyarakat.
Budi,mahasiswa Fisipol yang baru menyelesaikan KKN di Magelang, lebih melihatnya
sebagai pemborosan."Banyak sekali biaya yang kita keluarkan sehingga malas KKN,"
ujarnya. Budi juga menyebutkan bahwa mahasiswa sekarang mengambil KKN hanya untuk mengejar
nilai, melengkapi jumlah sks-nya. Jarang sekali ada mahasiswa yang betul-betul ingin
'mengabdi' lewat KKN, karena itu ia sepakat jika KKN dihapuskan. "Hanya romantisme
yang membuat kita tetap ingin mempertahankan KKN," tambahnya.
KKN Inclass
Mulai tahun 1999, mahasiswa baru tidak perlu membayar cicilan KKN per semesternya.Apakah
ini indikasi KKN akan segera dihapuskan? Ketua Pusat Pengelolaan dan Pengembangan KKN,
drg.M.Masykur Rahmat, A.B.M.,menjelaskan proyek semacam KKN tidak boleh dihapuskan sama
sekali. "Meskipun namanya diganti, program ini harus tetap ada sebagai jembatan
antara universitas dengan masyrakat," ujarnya.
Saat ini LPM tengah mengadakan rapat marathon dan dialog dengan rektor guna menggodok
format baru KKN UGM. Menurut Masykur, mulai tahun 2002-2003 (khususnya untuk angkatan 1999
dan 2000) mahasiswa akan menjalani program KKN dengan wajah baru.KKN ini dibedakan menjadi
dua sistem , yaitu outclass dan inclass. Mahasiswa boleh memilih salah satunya.Sistem
outclass hampir tidak memiliki perbedaan dengan KKN alternatif yang berlaku saat ini dalam
hal materi dan lokasi. "Tapi biayanya akan ditekan seminim mungkin agar tidak
memberatkan mahasiswa," janji Masykur.
Pada sistem inclass, materi kuliah dibagi dua yaitu perkuliahan biasa atau
pemberian teori dan praktikum dengan proporsi yang seimbang. Materi kuliah nantinya akan
ditentukan LPM dan berkaitan erat dengan kewirausahaan dan teknologi tepat guna. Kerjasama
dengan instansi kemasyarakatan juga akan lebih ditingkatkan. Yang paling membedakannya
dengan KKN selama ini adalah dalam sistem inclass, mahasiswa tidak perlu mondok selama
berbulan-bulan. "Mahasiswa cukup ngelaju saja ke desa-desa," tutur Masykur yang
menyebut bahwa alternatif ini adalah demi efisiensi.
Jadi, KKN inclass ini akan lebih tampak seperti matakuliah biasa dengan praktikum
yang diambil selama satu semester penuh. "Nama matakuliahnya masih belum ditentukan
dan mungkin akan berbeda-beda di setiap fakultas,"jelas Masykur.
Revisi Total
Upaya LPM dan rektorat untuk mengadakan pemikiran ulang tentang konsep KKN ini disambut
baik oleh Ari Dwipayana, dosen muda jurusan Ilmu Pemerintahan, yang menganggap konsep KKN
UGM sudah 'kuno' dan perlu direvisi secara total."Sebenarnya dalam KKN yang penting
bukan pendekatan rural dimana mahasiswa harus datang ke desa-desa,tapi sebaiknya kampus
bekerja sama dengan elemen masyarakat sipil untuk membangun suatu aliansi guna
memberdayakan masyarakat,"paparnya.
Lebih jauh Ari menambahkan, untuk menciptakan format baru KKN yang ideal memang
sangat sulit karena masalahnya bukan hanya pada universitas, tapi juga pada
masyarakat."Pemikiran masyarakat desa bahwa mahasiswa KKN akan menyelesaikan setiap
masalah harus diubah karena kampus memang tidak melakukan intervensi,tapi hanya
memfasilitasi masyarakat untuk menyelesaikan masalah,"tandasnya.
Rancangan format baru KKN ini juga didukung Wahyu,mahasiswa Fakultas MIPA yang
belum pernah KKN, yang menyebutkan bahwa sistem inclass akan menghemat waktu dan biaya.
Namun ia juga mengkhawatirkan model ini justru semakin mempertajam 'menara gading' antara
kampus dan masyarakat. "Apa nantinya mahasiswa nggak semakin hanya mengejar
nilai?" tukasnya. Memang konsep ini harus harus lebih disempurnakan dan mungkin LPM
dan rektorat perlu melibatkan mahasiswa untuk menggodoknya.
(Marina, Aziz, Andari, Zaki) |