15 mei 2001
Pusat Studi di UGM
UGM mempunyai 20 pusat studi di bawah
koordinasi Lembaga Penelitian. Namun dalam perkembangannya, masing-masing pusat studi
lebih mandiri, baik masalah kebijakan ataupun dana.
Kegiatan utama yang dilakukan pusat studi adalah penelitian sesuai
konsentrasi pusat studi tersebut. Penelitian yang dilakukan pusat studi berbeda dengan
penelitian di fakultas atau jurusan karena lebih bersifat multidisipliner, satu topik
dapat diteliti dari sudut pandang keilmuan yang berbeda-beda. Seperti yang dikatakan Ir.
Yudi Utomo Imardjoko, M.Sc., Ph.D., kepala Pusat Studi Energi (PSE), Di sinilah
letak karakteristik khususnya. Pusat studi diminta untuk menjawab permasalahan hidup yang
kompleks dengan pendekatan pandangan multidisipliner. Di pusat studilah para pakar dari
bidang eksakta maupun sosial bisa bertemu dan mendiskusikan suatu permasalahan. Dari sini
diharapkan diperoleh solusi yang lebih menyeluruh. Pusat
Studi lainnya seperti Pusat Penelitian dan Pengembangan Pariwisata (PUSPAR) UGM bergerak
di bidang kepariwisataan dan segala aspek yang terkait dengannya, seperti transportasi dan
informasi. Rata-rata dalam setahun PUSPAR melakukan penelitian sebanyak lima belas kali,
baik dari hasil proyek dengan pihak lain maupun dari dalam lembaga yang sifatnya basic
research. Biasanya penelitian basic research itulah yang ditawarkan kepada lembaga-lembaga
yang berkepentingan untuk dikembangkan lebih lanjut.
Ide penelitian di pusat studi bisa berasal dari dalam institusi maupun
pesanan dari luar lembaga seperti industri. Sebagian besar memang berupa usulan dari
staf-staf peneliti di dalam. Untuk suatu usulan yang disetujui, pusat studi terkait akan
mencarikan donor agency untuk pembiayaan penelitian.
Selain penelitian, pusat-pusat studi juga melakukan kegiatan pendidikan
dan pelatihan. PSE, misalnya, melakukan pelatihan-pelatihan untuk kalangan industri. PSE
tengah merencanakan tidak hanya melakukan pengkajian tetapi juga mulai merambah sektor
bisnis. PSE turut merencanakan pembangunan Pembangkit Listrik di Bangka dan Sungai
Brantas. Dari usaha ini, sumber pendapatan pun dapat diperoleh.
Agak berbeda dengan pusat studi lain, Pusat Studi Jepang (PSJ) tidak
melakukan kegiatan penelitian. Salah satu pusat studi budaya ini hanya melakukan kegiatan
diplomasi akademik antara pemerintah Indonesia dengan Jepang, antara lain mengurusi
masalah pertukaran mahasiswa atau dosen yang akan belajar ke Jepang. PSJ melakukan
training terhadap calon mahasiswa untuk lebih mengenal akan budaya dan bahasa Jepang. PSJ
juga menerima pesanan suatu instansi untuk melakukan pelatihan, misalnya dari DIKTI.
Publikasi dan pelaporan
Umumnya pusat-pusat studi bersifat otonom, rektorat tidak dapat
mengintervensi masalah kebijakan penelitian atau masalah dana. Lembaga Penelitian hanya
turut campur dalam pendirian Pusat Studi, seperti pengurusan ijin dan penentuan lokasi di
UGM. Namun setelah itu, pusat studi benar-benar mandiri. Hidup mati suatu pusat studi
ditentukan oleh pengurusnya sendiri.
Oleh karena itu, pusat-pusat studi tidak mempunyai mekanisme pelaporan
ke rektorat atau Lembaga Penelitian. Mekanisme pelaporan yang dipakai beralih dari
bureucratic style menjadi public style. Artinya, yang penting laporan hasil penelitian
dapat sampai ke masyarakat luas, bukan sekedar tanggung jawab birokrasi.
Untuk publikasi hasil-hasil penelitian, masing-masing pusat studi
mempunyai terbitan, baik dalam bentuk buku, jurnal maupun laporan.
Pusat Penelitian Kependudukan (PPK), selain mempunyai terbitan
buku-buku juga sedang mengembangkan sebuah media informasi semacam policy brief. Media ini
berisi usulan tentang penelitian kependudukan yang ditujukan langsung kepada para policy
maker (penentu kebijakan-red), tentu saja dengan bahasa yang lebih mudah dipahami secara
umum.
PUSPAR mempublikasikan hasil penelitiannya dalam dua bentuk, Jurnal
Nasional Pariwisata dan Research News Puspar. Sementara itu, PSE mempunyai majalah ENERGI
yang terbit setiap tiga bulan. Majalah ini didistribusikan di seluruh fakultas di UGM, di
perpustakaan dan juga dikirim ke industri-industri. Sampai saat ini tiras majalah ENERGI
mencapai 700 eksemplar. Pusat Studi Jepang yang tidak melakukan kegiatan penelitian tidak
mempunyai terbitan atau sistem pelaporan.
Cari dana sendiri
Untuk membiayai kegiatannya, baik untuk penelitian atau administrasi,
masing-masing pusat studi mencari dana sendiri. Lembaga Penelitian hanya membantu
mengucurkan dana pada saat awal pendirian pusat studi. Seperti yang disampaikan Yudi yang
juga Ketua Jurusan Teknik Nuklir, Dua tahun pertama PSE memang dapat kucuran dana Rp
750.000, per tahun dari universitas yang tentu jauh dari cukup. Tapi mulai tahun ini dana
tersebut sudah dihentikan.
Tapi ada juga pusat studi yang sejak awal berdirinya tidak mendapat
dana sama sekali dari Lembaga Penelitian. Seperti yang dialami Pusat Studi Jepang.
Kami harus cari sendiri dengan melakukan janji kontrak dengan suatu instansi. Dengan
cara itu pusat studi ini bisa hidup. Dana hasil kontrakan tidak mengalir ke individu tapi
ke instansi, ujar Ir. Susmanto, Msc, pimpinan PSJ.
Solusi yang paling praktis adalah bekerja sama dengan instansi lain
untuk melakukan penelitian. Seperti PUSPAR yang bekerja sama dengan Kantor Menteri Negara
Pariwisata dan Kesenian, Dirjen Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional, Dinas
Pariwisata Propinsi dan Kabupaten, lembaga-lembaga penelitian antar perguruan tinggi
maupun lembaga penelitian di lingkungan UGM sendiri. PUSPAR juga menjalin kerja sama luar
negeri seperti dengan Biefeld University Jerman, Tilburg University Belanda dan Asea
Uninet yang merupakan jaringan kerjasama antara beberapa universitas di Australia dan Asia
Tenggara.
Dana juga dapat diperoleh dengan bersaing memperebutkan dana
penelitian. Menurut Drs. Hendrie Adji Kusworo, Msc., deputy director PUSPAR, kehidupan
lembaganya tergantung pada dana tender yang didapatkan. "Kami terkadang harus
bersaing dengan lembaga penelitian lainnya untuk mendapatkan research grand," kata
Hendrie yang menjadi peneliti tetap PUSPAR spesialis perencanaan pariwisata, leisure dan
pembangunan masyarakat. Dana-dana penelitian yang diperebutkan ini bisa dari pemerintah,
LSM maupun dari luar negeri.
UGM dapat 5%
Menurut aturan yang disepakati antara pusat-pusat studi dengan Lembaga
Penelitian, setiap Pusat Studi di UGM harus memberikan 5% dari seluruh dana yang diperoleh
atau tender penelitian pada unversitas setiap tahunnya.
Dr. Agus Dwiyanto, direktur PPK mengakui adanya fee ke universitas
sebesar 5% dari nilai proyek. "Tapi tergantung juga dari jenis dan proses
penelitiannya," lanjut Agus. Yang terpenting menurutnya adalah PPK memiliki
kemandirian/otonomi untuk mengembangkan inovasi dan kreativitas. Pihak universitas sejauh
ini cukup mendukung menuju ke arah tersebut. PPK yang relatif banyak melakukan penelitian
tidak keberatan untuk menyisihkan 5% dananya untuk universitas. Begitu juga dengan PUSPAR
dan PSE.
Untuk pusat-pusat studi yang banyak mendapat proyek penelitian dari
luar, memang penyisihan dana 5% itu tidak bermasalah. Namun untuk pusat studi yang
kesulitan mendapat dana, jumlah itu tentu cukup besar dan merisaukan. Karena itu sering
ada pelanggaran peraturan itu. Pelanggaran aturan ini sebenarnya juga karena tidak ada
pengawasan yang ketat dari universitas.
Keterlibatan mahasiswa
Mahasiswa sebenarnya bisa memanfaatkan fasilitas pusat studi ini untuk
penelitian karena masih termasuk fasilitas UGM. Namun sayang, banyak mahasiswa yang tidak
tahu menahu tentang kegiatan pusat studi ini. Pusat studi sendiri kurang gencar berpromosi
dan cenderung melakukan rekrutmen tertutup untuk mendapatkan karyawan atau peneliti.
Hasilnya, keterlibatan mahasiswa sangat minim.
PSE yang baru berumur tiga tahun, memang tidak pernah mengadakan
rekrutmen terbuka untuk peneliti. Namun PSE membuka diri untuk siapa pun yang berminat
menjadi peneliti, baik itu dosen, mahasiswa maupun praktisi dari dalam dan dari luar UGM.
PSE adalah tempat untuk interaksi para pakar dari berbagai bidang dengan
ketertarikan pada energi. Siapapun yang berminat seputar energi bisa menjadi peneliti di
PSE, ujar Yudi. Kepala PSE yang juga Ketua Jurusan Teknik Nuklir ini mengakui
keterlibatan mahasiswa dalam berbagai kegiatan penelitian di PSE memang rendah.
Pusat Studi Jepang juga tidak mengadakan rekrutmen terbuka untuk
mahasiswa. Tenaga untuk men-training memang diambil dari mahasiswa
atau dosen yang telah kompeten dengan masalah Jepang. Rekrutmen yang dilakukan memang
bersifat tertutup karena kami lebih senang bekerja dengan orang yang telah kami kenal
kemampuan dan kekurangannya, ujar Susmanto memberi alasan.
Begitu juga dengan PPK. Peneliti dipilih dari institusi tertentu sesuai
kapabilitasnya. Para peneliti berasal dari kalangan dosen yang dipilih. Peneliti bisa juga
dari mahasiswa, yang awalnya nanti menjadi asisten lapangan lalu naik menjadi asisten
pembantu peneliti. Jika bagus akan dididik dan disekolahkan untuk kemudian dikontrak di
PPK. Bahkan kalau memang layak akan dipromosikan menjadi dosen.
Agus mengakui, concern mahasiswa dalam bidang penelitian memang rendah,
seperti dituturkannya, "Saya sendiri heran dengan mahasiswa sekarang. Jangankan
melakukan penelitian, membaca saja malas. Masa kerja peneliti di PPK terikat pada
institusi, bukan pada proyeknya. Jadi meskipun proyeknya sudah selesai, kalau penilaian
lembaga terhadap kinerja orang itu bagus, kontraknya bisa diperpanjang untuk proyek-proyek
berikutnya.
Lain halnya di PUSPAR. Di sini peneliti hanya dari kalangan dosen.
Sedangkan mahasiswa dilibatkan dalam kegiatan penelitian melalui lomba yang
diselenggarakan PUSPAR. "Lomba itu hanya sebagai sebuah wacana akademik," kata
Hendrie
Peran Lembaga Penelitian
Selama ini Lembaga Penelitian di tingkat universitas kurang begitu
berperan untuk mengkoordinasi seluruh pusat studi di UGM. Seperti yang diusulkan Agus,
seharusnya Lembaga Penelitian melakukan redefinisi peranannya. Aktivitas PPK tidak
terkait langsung dengan lembaga tersebut. Seperti masalah pencarian donor agency untuk
membiayai proyek PPK yang bisa mencapai miliaran rupiah, selama ini dicari sendiri oleh
PPK, tambah Agus.
Lemahnya fungsi koordinasi juga diakui oleh Dr. Edhi Martono, M.Sc.,
sekretaris Lembaga Penelitian. Selama ini peran Lembaga Penelitian hanya sebatas
koordinator pusat-pusat studi dan lembaga penelitian tingkat fakultas. Lembaga ini tidak
mempunyai wewenang atau kebijakan yang jelas terhadap penelitian-penelitian yang dilakukan
atas kerjasama dengan lembaga di luar UGM atau lembaga di luar negeri.
Secara periodik, Lembaga Penelitian memperoleh dana, selain dari UGM
juga dana dari luar negeri, seperti Dana Hibah Bersaing, RUT, MA dan DIKS. Sayangnya,
anggaran dana dari UGM untuk penelitian sangat minim. Hanya sekitar 1,5 sampai 4 juta
untuk tiap penelitian. Minimnya dana ini jelas berpengaruh pada output penelitiannya.
Dana-dana yang diperoleh tersebut kebanyakan ditawarkan ke
fakultas-fakultas untuk diperebutkan. Pihak fakultas dapat menyusun proposal penelitian.
Proposal yang disetujui mendapatkan dana tersebut. Koordinasi Lembaga Penelitian memang
lebih banyak ke fakultas, karena pusat-pusat studi relatif lebih mandiri.
Tiap
bulan Lembaga Penelitian mengadakan pertemuan untuk berbagi informasi tentang penelitian
yang dilaksanakan. Namun hal ini menurut Agus tidak efektif, "Saya sering bingung,
untuk apa sebenarnya tujuan pertemuan ini.
Untuk rencana ke depan, lembaga ini sedang memformulasikan perannya
sebagai think tank penelitian di UGM, bukan sekedar menjadi pegawai administrasi.
Malla
Laporan: Ella, Zaki, Didik
|