25/05/00 Kekerasan Dua Tahun Lalu Dimana Anda dua tahun lalu? Ya, tepat dua tahun lalu, saat tanah Indonesia beraroma anyir darah dan langit hitam terbakar. Bagi banyak orang Indonesia, Mei 1998 terlalu penting untuk dilupakan. Seperti Mei 1989 yang disandingkan dengan peristiwa Tianamen di Cina, Mei 1998 juga monumental. Soeharto tumbang, dan reformasi yang bergulir pun melahirkan optimisme dan eforia masyarakat. Bagi yang merasa sebagai pembela demokrasi, satu tahap penting perjuangan telah berhasil dilampaui, tapi belum usai. Turunnya Soeharto diyakini akan jadi gerbang segala perubahan. Bagi yang berstatus mahasiswa, Mei 1998 mungkin dikenang dengan kebanggaan. Bagaimana tidak, gerakan mahasiswa telah ambil peran dengan segala resikonya. Bintang sedang bersinar di atas mahasiswa. "Apa jadinya kalau mahasiswa tidak turun ke jalan," tanya seorang teman dengan sedikit sombong. Ups, jangan lupa diri! Mei 1998 bukan hanya penanda lahirnya harapan dan zaman baru. Ia juga perayaan sisi gelap manusia: penjarahan, penculikan, pembunuhan, perkosaan, dan pembakaran. Kekerasan yang terjadi menandingi masa seram perang-perang besar. Mencabut nyawa tak jauh beda dengan meludah. Tidak perlu lagi dirinci data statistik dan gambaran deskriptifnya, apalagi untuk mereka yang tokonya dibakar atau anaknya ditembak. Memori kita tidak sempurna. Rentang dua tahun dan segala peristiwa yang mengisinya, ternyata cukup untuk mengubah banyak hal. Bagi sebagian besar orang, semua kegetiran itu adalah masa lalu. Diingat, namun tidak lagi dengan muatan emosi yang nyata. Waktu telah menjadi jarak, menipiskan empati yang tersisa. Harga kemanusiaan yang mahal itu pun seolah menjadi tidak berarti apa-apa. Lantas apa arti sekian banyak duka? Minimal, mengingatnya membuat kita kembali menghargai arti menjadi manusia.(Nino) |