log.gif (13574 bytes)
  Indeks  | Daftar Berita | Sapa Kami Pengelola

Usaha Memberantas Plagiatisme

        Sanksi yang diberikan kepada Drs. Sri Soeprapto, M.Sc. dianggap terlalu enteng. Mantan dekan Fakultas Filsafat yang terbukti melakukan plagiat ini hanya diskors dari kegiatan akademiknya selama 4 tahun (BulPos Edisi 4). Hal ini yang mendorong beberapa dosen Filsafat untuk membuat draft peraturan tentang plagiat yang selama ini belum ada.
        Kasus plagiat yang menggemparkan terjadi di Fakultas Filsafat bulan Mei tahun lalu. Soeprapto terbukti melakukan plagiat atas karyanya sendiri saat membuat karya ilmiah untuk kenaikan jabatannya. Hal ini tentu saja mencoreng muka dunia pendidikan. Namun sayang, hukuman yang dijatuhkan masih terlalu enteng. 
Saat dikonfirmasi Bulaksumur Pos, mengapa hanya hukuman skorsing yang dijatuhkan kepada Suprapto, Drs. Agus Wahyudi, dosen muda Filsafat mengungkapkan, "Karena selama ini kita tidak memilki peraturan yang jelas akan hal itu. Sehingga ketika ada kasus seperti itu, hanya rapat dan rapat saja yang kami lakukan.”
        Hal ini adalah salah satu yang menginspirasi Wahyudi, bersama dua dosen Filsafat lainnya, Drs. Cuk Ananta Wijaya, S.Pd, M.Hum dan Drs. Rizal Musytansir, M.Hum, untuk membuat semacam rancangan peraturan tentang plagiat.
Draft yang sudah didiskusikan di tingkat jurusan ini memuat dasar pemikiran, pengertian plagiatisme, kriteria plagiatisme, tingkatan plagiatisme, pelaku plagiatisme, sanksi terhadap pelaku dan tata cara pemberian sanksi.
        Yang menjadi dasar pemikiran draft itu adalah kualitas lembaga pendidikan tinggi yang harus dijaga dan ditingkatkan. Plagiatisme merupakan pelanggaran yang serius terhadap norma akademik. Plagiatisme dapat menjadi indikator kualitas akademik. "Banyaknya kasus plagiatisme menunjukkan cara belajar yang belum mencapai standar yang bagus," ungkap Wahyudi.
Pengertian plagiatisme yang selama ini tidak begitu dipahami dijabarkan dalam pasal 1 sebagai pencurian ide, perkataan, atau hasil karya/penelitian orang lain dan menyajikannya seolah-olah karya sendiri. Plagiatisme dilakukan ketika seseorang menggunakan perkataan atau ide orang lain tanpa memberikan penghargaan (credit) yang sepantasnya kepada orang yang memiliki perkataan atau ide itu.
         Menurut Wahyudi, plagiatisme bisa terjadi karena faktor kesengajaan (deliberate) atau ketidaksengajaan (undeliberate). "Yang sering terjadi adalah plagiatisme undeliberate. Hal ini karena orang tidak banyak tahu cara mengutip yang benar," tutur dosen yang pernah menimba ilmu di Australian Nation University ini.
          Plagiatisme juga dibagi dalam tingkatan. Tingkat terendah adalah plagiat yang dilakukan karena ketidaktahuan(ignorancy), kemudian karena ketidakmampuan (incompetency), dan yang tertinggi adalah secara sadar dan sengaja (deliberate) dalam mengambil kalimat, perkataan atau ide orang lain.
Peraturan ini nantinya akan disosialisasikan kepada seluruh sivitas Fakultas Filsafat, mengingat yang berpotensi melakukan plagiat adalah dosen, peneliti, dan mahasiswa. 
Sanksi terhadap pelaku plagiatisme adalah sanksi I (peringatan), sanksi II (hukuman percobaan), dan sanksi III (hukuman penuh). 
          Sanksi I berupa peringatan diberikan terhadap pelaku plagiat kategori ringan. Hukuman percobaan, misalnya dosen memberikan nilai terendah kepada mahasiswanya yang terbukti melakukan plagiatisme. Dekan dapat menjatuhkan skorsing atau pemutusan kontrak kerja sementara terhadap dosen atau peneliti yang terbukti melakukan plagiatisme.
          sedangkan hukuman penuh berarti pencabutan gelar kesarjanaan pada mahasiswa filsafat yang sudah dinyatakan lulus atau dikeluarkannya dosen Filsafat dari fakultas dan diputusnya kontrak kerja peneliti. Sanksi ini diputuskan dengan melibatkan Rektor UGM melalui usulan senat.
          Draft yang telah tersusun ini akan segera dirapatkan pada tingkat jurusan. Sejauh ini, penyusunan draft sudah mendapat respon dari kalangan dosen Filsafat. "Banyak yang mendukung hal ini, tetapi ada beberapa pihak yang tidak menyetujuinya," tutur Drs. Cuk Ananta Wijaya, S.Pd, M.Hum, Sekretaris Dekan Filsafat. Namun Cuk menolak memberi tahu pihak yang kontra terhadap usulan ini.
Peraturan ini akan disosialisasikan dahulu dan melihat respon dari berbagai pihak, kemudian akan segera diberlakukan. "Untuk sementara akan diberlakukan intern Filsafat dulu, karena kita juga belum tahu apakah pusat sudah memiliki peraturan semacam ini atau belum," jelas Cuk mengenai ruang lingkup pelaksanaan peraturan tersebut. 

Uchie