Repotnya Ngurus KRS
Banyak kisah menarik seputar KRS (Kartu Rencana Studi) yang terkadang cukup menimbulkan masalah, mulai dari keterlambatan pengisian KRS, pelaksanaan KRS yang terkesan 'bebas", sampai adanya denda yang cukup memberatkan mahasiswa yang terlambat.
Permasalahan seputar KRS biasanya terjadi karena kurang tertibnya sistem KRS itu sendiri. Kalau sudah begini, bisa-bisa mahasiswa akan terganggu kuliahnya atau yang lebih ekstrim lagi malah tidak bisa mengikuti mata kuliah yang ditawarkan, yang nantinya juga memperpanjang masa kuliah mahasiswa yang bersangkutan. Ada beberapa hal yang menarik dari pelaksanaan KRS seperti di Fakultas Hukum dan Fakultas Psikologi.
KRS Fakultas Hukum
Kalau fakultas lain punya batas tegas mengenai pengisian dan perubahan KRS, Fakultas Hukum menetapkan waktu yang longgar untuk KRS. Malah ada celetuk dari mahasiswa hukum yang mengatakan bahwa batas waktu KRS itu sampai satu hari sebelum ujian tengah semester. Setelah dikonfirmasikan dengan bagian akademik, Umbu Deke Hendriques, SH mengatakan bahwa celetukan itu sudah dilegalkan oleh fakultas meski tidak secara tertulis. Keputusan ini diambil karena meski sudah ada jadwal yang tegas mahasiswa tetap saja terlambat. Pak Umbu menambahkan cara ini ditempuh karena pelaksanaan aturan yang kaku justru tidak menyelesaikan masalah. "Kan ada cara yang lebih manis, yaitu kompromi mahasiswa dan lembaga,” tambahnya. Namun beliau tidak mengatakan lebih lanjut kompromi seperti apa yang dimaksud. Tapi yang pasti batas KRS bukan sampai sebelum ujian tengah semester tapi dua minggu sebelumnya.
Ketika ditanya apakah tidak mengganggu jadwal kuliah dan pembagian kelas, Pak Umbu mengatakan tak ada masalah sebab diadakan pembagian mahasiswa bernomor ganjil dan genap. Itu pun tak banyak mata kuliah yang menerapkan pembagian kelas. “Dan selama ini tak ada gejolak nyata dari mahasiswa,” katanya. Indri, mahasiswa FH mengatakan bahwa hal tersebut tidak terlalu merugikan karena ada kompromi antara mahasiswa dan pembimbing akademiknya.
Namun dibalik sisi positif, tetap saja ada keluhan dari mahasiswa. Umi, mahasiswi pendidikan notariat mengatakan kalau kurang jelasnya batas waktu KRS menyebabkan mahasiswa sering berspekulasi dalam memilih mata kuliah, apalagi mata kuliah prasyarat.
Pak Umbu menambahkan kalau cara ini diterapkan terus akan kurang bagus, karena bagian akademik akan dikira disfungsional. "Ini hanya salah satu cara penyelesaian masalah, tapi bukan ditradisikan. Itu nggak benar," tambahnya. Ia menambahkan kalau hal ini adalah salah satu cara menuju yang lebih baik.
Benar memang hal itu tak ditradisikan, tapi kalau terus dilaksanakan, apa bedanya dengan tradisi ?
KRS Psikologi
Lain Hukum, lain pula Psikologi. Peraturan KRS di Psikologi sangat ketat . Kalau ada mahasiswa terlambat mengurus KRS akan dikenakan denda sepuluh ribu rupiah. Ketika ditanyakan kepada Wakil Dekan I, Sugianto, beliau mengatakan aturan itu sudah ada sejak dahulu. Sekarang sedang ditelusuri apa dasar diberlakukannya aturan itu dan kemana larinya uang denda tersebut.
Namun yang pasti, pernah terjadi kesalahpahaman antara pihak fakultas dengan mahasiswa tingkat profesi. Ada mahasiswa profesi yang terlambat KRS karena sedang ada di lapangan. Saat didenda, mahasiswa itu protes karena merasa tidak bersalah sebab sudah sesuai jadwal. Ternyata, ada keterlambatan penerbitan jadwal yang baru oleh bagian pengajaran, sehingga jadwal yang diacu oleh mahasiswa tersebut adalah jadwal yang lama.
Adi Purwanto, pejabat sementara Kasubag pengajaran mengatakan kalau masalah mahasiswa profesi itu sudah selesai dan harus dibedakan dengan mahasiswa S1. "Selama ini belum ada gejolak dari mahasiswa S1, kalau ada langsung ke pengajaran saja jangan cerita kemana-mana, itu kan menjatuhkan nama fakultas," tambahnya. Ia menambahkan kalau uang tersebut untuk menambah biaya administrasi pengajaran seperti biaya makan pegawai yang karena KRS, harus bekerja melebihi volume biasanya, juga untuk biaya cetak jadwal absen yang harus dicetak dua tiga kali karena keterlambatan KRS mahasiswa.
Tidak salah memang mencoba membuat aturan demi kedisiplinan, namun apa benar aturan yang kaku bisa dikatakan akan membawa kebaikan? Atau malah akan menciptakan "robot-robot" yang sama kakunya dengan peraturan itu?
Dahlia