Virus Damai Ala Slemaniac Tjaboel
“Stadion Sepakbola adalah rumah bagi setiap orang, yang di dalamnya menyingkirkan segala perbedaan, baik agama, politik, sosial, ekonomi, ras, dan kebangsaan.”
Sindhunata
Lolosnya PSS Sleman untuk berlaga dalam Liga Indonesia Bank Mandiri VII seakan membuat Yogyakarta berpesta. Dukungan bagi PSS yang berjulukan Laskar Sembada diwujudkan masyarakat lewat pembentukan wadah suporter PSS bernama Slemania. Bak virus yang sedang ganas menyergap, Slemania tak ingin ketinggalan dengan kelompok suporter lain yang telah eksis seperti Aremania (Malang), Pasoepati (Solo), dan Jakmania (Jakarta) dalam meniupkan semangat suporter damai.
Slemania di UGM
Beberapa mahasiswa UGM penggila sepakbola tak ingin ketinggalan. Sejak 12 Februari lalu beberapa mahasiswa dari Fakultas Sastra, Sospol, Ekonomi dan Filsafat membentuk kelompok suporter terorganisir. Ide ini berangkat dari kesenangan beberapa mahasiswa berteriak di pinggir lapangan sambil melepaskan kepenatan. Akhirnya terbentuklah Slemaniac Tjaboel alias Cabang Bulaksumur. Huruf “c” di belakang kata Slemania adalah inisial dari campus. "Sebenarnya hobi nonton bola sudah ada sejak lama, tapi nggak dikoordinir dengan baik," ujar Bambang (Managemen '95), dedengkot Slemaniac Tjaboel.
Kali ini pengorganisiran suporter cukup rapi. Sekitar 200 anggota yang sudah mendaftar kini menyebar pada beberapa simpul, seperti Ekonomi, Sospol, GKB (Gedung Kuliah Bersama), Sendowo dan Sekip. "Kami sedang ekspansi ke sayap barat, dimulai dengan simpul Teknik, diharapkan target 1000 Slemaniac bisa tercapai," kata Bambang.
Selain itu, Slemaniac Tjaboel juga berencana membentuk sub kelompok bernama Slemanona. Nantinya Slemanona akan mengakomodasi mahasiswi yang ingin nonton PSS bareng. Menurut Bambang sebenarnya mahasiswa putri banyak yang senang sepakbola. Cuma karena takut kerusuhan, niat itu diurungkan. "Di Tjaboel, mahasiswa putri dijamin bisa nonton dengan aman."
Mengenai kesan pembangkitan fanatisme kedaerahan Yogyakarta dibantah sepenuhnya oleh Bambang. Menurutnya Slemaniac Tjaboel adalah murni wadah untuk nonton bola tanpa memikirkan fanatisme apapun. Dukungan pada PSS Sleman hanya kebetulan saja karena lokasinya dekat dengan mahasiswa UGM. "Terbukti banyak mahasiswa luar Yogya, yang sebenarnya penggemar fanatik klub di kotanya ikut Tjaboel.”
Wabah di Luar Mahasiswa
Selang beberapa hari setelah dibentuk 12 Februari lalu, ternyata Slemaniac Tjaboel mengundang minat banyak pihak di luar mahasiswa. Beberapa karyawan fakultas, kantor pusat UGM, satpam, serta pedagang di lingkungan UGM turut bergabung dengan Slemaniac Tjaboel. "Bahkan dari satpam hingga saat ini telah mencapai 25 orang," tambah Bambang.
Mereka juga penggila bola yang haus nonton pertandingan. Misalnya Suwandiyanto, anggota satpam UGM yang bergabung dengan Slemaniac Tjaboel, mengaku hobi nonton bola. "Jangankan yang lingkupnya nasional, pertandingan kampung saja, saya belain nonton," ujarnya. Satpam yang dikenal dengan nama Bagong ini senang nonton bola demi melepaskan kepenatan. "Ya sekedar nglalike (melupakan) utang.”
Bagong juga mengatakan tujuannya ikut Slemania Tjaboel adalah agar terkenal, sehingga mendukung pekerjaannya. Demi terkenal, ia malahan sering naik ke pagar stadion dan berjoget.
Lain Bagong, lain pula Heru, pengusaha Ketoprak di Kantin Bonbin Sastra. Ia mengaku selain senang nonton bola, ia menyukai suasana Slemaniac Tjaboel yang urakan, tapi kreatif. Bahkan sejak terbentuk Slemaniac Tjaboel, warung ketopraknya di Bonbin jadi "kantor".
Romantika di Tridadi
Sejak pembentukannya, pertandingan PSS Sleman vs PSM Ujung Pandang (18/2), vs Persma Manado (21/2), serta vs Persipura Jayapura (25/2) di stadion Tridadi Sleman menjadi ajang penampilan Slemaniac Tjaboel. Tampak Slemaniac Tjaboel mempelopori tindakan simpatik di kalangan Slemania lainnya.
Ritual sebelum menonton pun disepakati. Sekitar pukul 12.00, seluruh anggota Tjaboel berkumpul di kantin Bonbin Sastra. Acara dimulai dengan makan siang bersama. Sekitar pukul
13.30, rombongan berangkat menuju Stadion Tridadi. Di sepanjang perjalanan mereka membunyikan drum, klakson, sampai memainkan gas motor. Ketertiban tetap dijaga. Tidak satu pun lampu merah dilanggar.
Di Stadion, Slemaniac Tjaboel tampak terbiasa berkomunikasi dengan Slemania lain melalui lagu. Ketika memasuki pintu penuh penonton mengantri karcis, Slemaniac Tjaboel yang telah memiliki karcis segera menyanyi "Misi, permisi Tjaboel mau lewat..." Kontan Slemania lain segera minggir.
Mengenai aksi damai ini Bambang mengaku bahwa anti kekerasan tetap menjadi nafas Slemaniac Tjaboel. Dan itu selalu ditekankan pada anggotanya. "Memang kami membebaskan, tapi jangan sampai melempar atau melompat pagar," ujar Bambang.
Kejadian lucu sempat terjadi ketika istirahat tengah main saat PSS vs Persma Manado (21/2). Slemaniac Tjaboel yang keletihan bernyanyi sepanjang babak I bermaksud membeli tahu. Karena terbiasa bernyanyi, penjaja tahupun dipanggil dengan nyanyian. "Bakul (penjual) tahu, bakul tahu, Tjaboel mau beli...!!" Setelah penjaja tahu merespon, lagu berlanjut "Piro (berapa), piro, piro hargane...?" Nada lagu terus meningkat saat penjaja tahu menyebutkan harga, "Kelarangen (kemahalan), kelarangen, kelarangen....!!" Kontan suasana tegang yang dialami Slemania segera cair melihat kelakuan konyol Slemanic Tjaboel.
Wabah Slemaniac Tjaboel memang telah terasa di lingkungan UGM. Magis sepakbola telah menyatukan mereka dalam sebuah komunitas. Semoga kehadiran mereka kampus UGM turut menularkan virus damai terhadap sepakbola nasional. Selamat Berkiprah Slemania Tjaboel !
Ganesha