log.gif (13574 bytes)
  Indeks  | Daftar Berita | Sapa Kami Pengelola

Sekapur Sirih Mengiringi Ulang Tahun UGM 
Selamat Ulang Tahun, UGM!


    Pahlawan atau Hero selalu digambarkan sebagai orang yang sanggup menjawab tantangan besar dalam zaman yang besar. Kita kenal Maha Patih Gadjah Mada, Imam Bonjol, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Bung Karno, dan Bung Hatta. Mereka adalah orang besar di zaman besar dan berhasil menjawab tantangan besar zamannya.
    Perubahan dipahami sebagai sesuatu yang terus menerus terjadi, pantha rei. Mengalir terus. Tetapi sejarah mencatat -perubahan-perubahan besar. Dalam sejarah Universitas Gadjah Mada (UGM), perubahan besar apa yang pernah terjadi?
Sejak Yogyakarta menjadi ibukota negara tahun 1946, kota ini kembali meneruskan perannya dalam perjuangan pergerakan kebangsaan. Muhammadiyah dan Taman Siswa memelopori pengembangan pendidikan modern bagi penduduk Indonesia. Puncaknya pada 19 Desember 1949 resmi berdiri Universiteit Negeri Gadjah Mada (UNGM).
    Kelahiran UNGM tidak hanya berarti bagi pendirinya. Sekaligus menjadi satu bukti negara dan bangsa Indonesia tidak berbeda dengan negara dan bangsa lainnya, khususnya Belanda. 
Dari Yogyakarta, sebuah universitas mulai menapakkan langkah terwujudnya cita-cita bangsa untuk memiliki lembaga pendidikan bermutu meski berbagai kesulitan masih menghadang bangsa ini.
Di awal sejarah, tampil tokoh-tokoh yang kita kenal sebagai the founding father UNGM. Di antaranya, Sultan Hamengku Buwono IX, Prof. Dr. Sardjito, dan Prof. Mr. Drs. Notonagoro. Istilah founding father bagi mereka tidak hanya mewakili sosok, tapi sekaligus mewakili visi , pemikiran dan keilmuannya.
Yang tak kalah sulit dari mendirikan Universitas adalah perumusan tentang UNGM sendiri. Kurikulum apa yang akan diajarkan? Apa visi dan misi UNGM? Bagaimana konsep pendidikan yang ditawarkan oleh perguruan tinggi itu?
    Beruntung UNGM memiliki Prof. Dr. Sardjito dan Notonagoro. Mereka menekuni secara kritis dan reflektif pola-pola pendidikan dari dunia barat maupun dari khasanah Indonesia sendiri. 
Hasilnya? Bukan saja Universitas yang menyediakan pelayanan pendidikan tinggi, tapi sekaligus menjadikan UGM sebagai simbol perjuangan nasional Indonesia, lengkap dengan visi kerakyatannya.
Zaman berdirinya UGM menjadi momen besar sejarah pendidikan Indonesia. Pada zaman itu lahir orang besar yang mau dan berhasil menjawab tantangan zamannya.

    Tahun 1998, ketika krisis ekonomi berkembang menjadi krisis politik bahkan budaya, warga kampus UGM tergelitik turut menyelesaikan. Kalkulasi Rektor UGM, Prof. Dr. Ichlasul Amal, MA, bahwa kekuasaan Soeharto tinggal sebentar lagi. 
Bersama mahasiswa dan alumni ia melakukan demonstrasi menuntut turunnya presiden yang sedang berkuasa. JadiIah Amal rektor pertama di Indonesia yang berani menuntut H. M. Soeharto mundur dari jabatannya. 
Zaman itu UGM benar-benar terkenal sebagai kampus, tidak hanya menjadi menara gading. Bersama rakyat UGM menyuarakan aspirasi rakyat kecil.

    Setelah 51 tahun, tantangan dan perubahan besar muncul lagi. Akar tantangan dan perubahan itu adanya situasi aktual yang harus segera direspon. Terungkap secara padat dalam kata 'otonomi'. Otonomi Kampus.
    Otonomi kampus berbuntut kontroversi. Ada yang optimis dan pesimis. Yang optimis melihat otonomi adalah solusi tepat untuk UGM menghadapi era globalisasi. Yang pesimis melihat otonomi berdampak pendidikan menjadi elitis. Sebab belum juga surat keputusan tentang otonomi kampus berjalan, SPP sudah naik. Selain itu banyak juga pos yang mulai dibisniskan, seperti Graha Sabha Pramana dan sebentar lagi Masjid Kampus. Padahal belum ada mekanisme yang transparan untuk pertanggungjawaban masuknya dana.
    Bulaksumur Pos edisi Ulang Tahun UGM ini bermaksud menyadarkan datangnya zaman besar yang penuh pergolakan dan perubahan. Zaman yang hadir untuk sebuah perubahan besar UGM. Semoga melahirkan kembali orang-orang besar. Selamat Ulang Tahun, UGM. 
Sholahuddin