GAYA
MAHASISWI TEKNIK
Bicara
tentang Fakultas Teknik, yang terbayang dalam otak pasti adalah
tempat kuliahnya cowok-cowok. Kenyataannya tidak selalu seperti
itu. Sebagian kecil dari mereka adalah cewek. Bagaimana rasanya
jadi 'dewi' di tengah-tengah banyak banyak laki-laki?
Adalah Ihwa (Teknik Mesin '99) yang mendobrak mitos bahwa fakultas
teknik hanya jadi milik kaum adam. Dia memutuskan untuk kuliah di
Jurusan Teknik Mesin karena memang menyukainya."kayaknya sih
menyenangkan, tapi awalnya memang agak ngeri kalau membayangkan
kuliah di kelas yang mayoritasnya adalah laki-laki," ujar mahasiswi
PBUD ini.
Awalnya
ruwet
Tidak banyak perempuan yang sekedar membayangkan berhadapan dengan
mesin-mesin. Namun Ihwa berpendapat lain. "Awalnya memang ruwet
membayangkan mesin-mesin yang besar dan mekanismenya belum jelas,
mungkin itulah yang membuat minimnya perempuan di jurusan ini"
jelasnya. Ihwa juga menceritakan bahwa dulu sebelum ia masuk ke
Jurusan Mesin ia membayangkan bisa merancang sesuatu. yang sebelumnya
belum ada dan ramah lingkungan.
Ketika ditanya tentang kaitan hal seperti ini dengan feminisme,
Ihwa menjelaskan bahwa pilihan untuk kuliah dimana pun bagian hak
seseorang. "Aku merasa tidak ada yang salah ketika kuliah di
mesin, memangnya ada yang salah kalau perempuan jadi teknisi?"
kata gadis Riau itu menegaskan. Hal senada terlontar dari Ifa dan
Tia (mahasiswi jurusan teknik industri angakatan 99), Tia mengakui
kalau ia memang menyukai jurusan yang dia jalani sekarang, "dari
dulu emang udah kepengen" sahutnya. Sementara Ifa lebih pada
alasan tempat, "pengennya sih TI di ITB tapi berhubung passing
gradenya tinggi banget, akhirnya milih di UGM tapi memang saya pengennya
kuliah di Teknik industri sih.." katanya sambil senyum.
Bagaimana dengan pergaulan mereka sehari-hari ketika dikampus?.
Ketiga-tiganya menjawab bahwa semuanya biasa-biasa saja. "Kalau
di Industri mungkin nggak seekstrim di mesin, soalnya cewek-cewek
di Industri lebih banyak dari cewek-cewek di mesin" kata Ifa.
Jumlah perempuan pada jurusan Industri angkatan 99 mencapai tidak
lebih dari 20 orang jauh lebih banyak dari jurusan mesin yang tidak
lebih dari 4 orang.
Ingin
tampil feminin
Penampilan kadang-kadang membawa masalah tersendiri, tidak jarang
mereka harus menyesuaikan diri dengan teman-teman mereka yang laki-laki.
"kadang-kadang ingin juga tampil lebih feminin, tapi takut
nanti kalau jadi olok-olok teman-teman," keluh Ihwa "akhirnya
yang ada biasanya perempuan teknik terutama mesin gayanya jadi agak-agak
tomboy gitu" lanjutnya.
Lain halnya dengan Ifa dan Tia yang tampak lebih ekspresif dalam
gaya dan fashion. Mereka merasa seperti kuliah-kuliah di fakultas
lain. Mereka seolah tidak ingin keberadaan mereka di jurusan yang
kaya akan makhluk laki-laki itu jadi membuat mereka terbatas dalam
bergaul dan bergaya.
Pengalaman lucu juga pernah terjadi. Fakultas Teknik ternyata memang
awalnya hanya dipersiapkan untuk mahasiswa saja, ini terbukti dengan
tidak dibangunnya WC untuk mahasiswi. Seperti yang dituturkan oleh
Ihwa "dulu tuh nggak ada WC dan tempat wudhu untuk wanita,
baru pas angkatan kita aja dibikinin," katanya sambil tertawa
mengenang kondisi tersebut. Namun keduanya tampak tidak mempermasalahkan
hal yang berbau diskriminasi ini.
Mereka bertiga mengakui bahwa tidak pernah ada diskriminasi seksual
yang dilakukan oleh teman-teman pria mereka ataupun pihak dosen
dalam perkuliahan maupun aktivitas non kuliah.
Namun tentu saja tetap saja mereka merasakan perbedaan dengan teman-teman
mahasiswi yang ada di jurusan lain, misalnya ketika mereka butuh
teman untuk curhat. Ihwa mengaku bahwa teman-temannya yang mayoritas
laki-laki seringkali susah untuk dijadikan teman curhat. "ya
akhirnya komunikasi dengan mereka hanya menyangkut perkuliahan,"
tuturnya lugu.
Terutama ketika masa ujian tiba, mereka merasa seolah-olah menjadi
"dewi" penyelamat karena kepada merekalah sumber catatan
berasal. Tapi sekali lagi mereka tetap rendah diri menyangkut predikat
mereka itu. "Biasa aja, tuh," kata mereka datar.
Nissa
|