EDISI
38, 25 SEPTEMBER 2001 |
Program
D3, Anak Tiri Pendidikan Tinggi
Berangkat
dari keinginan mencetak tenaga kerja profesional kelas menengah, program
Diploma 3 (D3) didirikan. Sayang, posisinya dalam pendidikan tinggi selalu
dianaktirikan.
Sesuai dengan
konsep pendidikan tinggi di Indonesia, ada dua jalur pendidikan tinggi
yang bisa ditempuh oleh lulusan SMU. Pertama ialah jalur akademik. Jalur
dimulai dengan program S1, S2, dan Doktoral. Pada jalur ini yang ditekankan
adalah pengayaan academic knowledge. Lulusan pada jalur ini diharapkan
mampu menjadi konseptor dan decision maker pada dunia kerja. Pilihan kedua
adalah jalur profesi berupa program D1, D2, D3, D4, hingga Spesialis profesi.
Pada jalur profesi ini, pendidikannya ditekankan pada skill improvement.
Nantinya, output jalur profesi diharapkan mampu menjadi seorang problem
solver pada tataran praktis. Sehingga kebutuhan tenaga kerja profesional
menengah dapat terpenuhi.
Identitas
Universitas
Meski memiliki misi yang mulia, sayangnya, program D3 senantiasa dianaktirikan.
Ini terjadi karena banyak pihak yang salah memahami keberadaan program
D3. Di Universitas sendiri, posisinya kian tidak jelas. Sebab UGM belum
memiliki identitas universitas yang jelas.
Menurut Prof.dr. Sahid Susanto, MS, Ketua Pusat Studi Perencanaan Managemen
Pendidikan Tinggi (PSPMPT), keberadaan D3 sangat bergantung pada pilihan
identitas universitas yang akan diambil. Sahid menjelaskan bahwa dalam
dunia pendidikan, ada 2 jenis identitas universitas. Yaitu research university
dan teaching university.
Inilah yang membuat posisi D3 di UGM tidak dikembangkan secara serius
oleh UGM. Sebab menurut Sahid, UGM belum menentukan identitas universitas
yang akan dipilih, "UGM masih menimbang-nimbang identitas universitas
yang pas dan resistensinya paling kecil."
Kembali ke permasalahan D3. Sahid mengatakan kalau D3 ingin dikembangkan,
seharusnya identitas yang dipilih cenderung ke teaching university. Idealnya,
selama identitas belum jelas ditetapkan, program D3 jangan dibuka dulu.
Cuma, ia dapat memakluminya. Sebab tekanan sosial terhadap lulusan SMU
sangatlah besar. "Ingat, dari lulusan SMU, tiap tahun program S1
hanya mampu menerima 9%nya saja. Kalau prgoram D3 tidak dibuka, mau dikemanakan
mereka yang tidak diterima S1?" tanya Sahid lagi.
Salah
Kaprah
Persoalan berikutnya adalah banyaknya salah kaprah baik di masyarakat
maupun di kalangan pendidikan sendiri.
Banyak masyarakat menganggap D3 sebagai pendidikan kelas dua. Selama ini
yang berada di benak masyarakat, program diploma adalah satu jenjang di
bawah S1.
Hotma Sulistyadi, salah satu pengelola Program Teknik Sipil Terapan (D3
Teknik Sipil) mengatakan program D3 sepenuhnya berbeda dengan S1, "Jalurnya
saj |