EDISI 38, 25 SEPTEMBER 2001

Farmasi Buka Program Jamu

Jamu yang merupakan obat tradisional Indonesia selama ini tak banyak mendapat tempat di dunia pendidikan farmakologi. Tak hanya kalah dari ilmu pengobatan berbasis modern, di Indonesia jamu jamu juga mulai kalah populer dengan obat tradisional asal negara luar.

Berbarengan dengan lustrum-nya ke VI, Fakultas Farmasi UGM merencanakan pembukaan program D2 jamu. Diharapkan dengan pembukaan program yang rencananya akan terealisir tahun 2002 nanti, obat tradisonal kembali mendapat tempat di masyarakat sebagai salah satu cara penyembuhan yang lebih minim efek samping dan ramah lingkungan.
Menurut Prof. Dr. Ibnu Gholib Ganjar, Dekan Fakultas Farmasi, sampai sekarang jamu masih dipandang sebelah mata oleh para aktor bidang kesehatan, "Karena dianggapnya jamu tidak mempunyai landasan ilmiah," kata Ibnu. Padahal anggapan tidak punya landasan ilmiah dikarenakan tidak pernah ada pembahasan ilmiah terhadap jamu. Dan kewajiban untuk membahas secara ilmiah ada pada ilmuwan yang kemudian banyak menuding jamu tidak ilmiah.
Selama ini jamu masih dikembangkan dengan cara tradisional, tidak banyak menerima sentuhan teknologi dan ditularkan secara turun-temurun. Padahal di banyak negara seperti China, jamu mendapat perhatian yang lumayan besar dari para ahli farmakologi (ilmu pengobatan). Pemerintah China sangat sadar atas potensi tradisional negaranya dan membuak institut jamu. Dokter disanapun lazim merekomendasi obat tradisional pada para pasiennya. Sesuatu yang amat jarang terjadi di negeri ini.
Justru yang memprihatinkan di masyarakat, obat radisional Indonesia kalah populer dengan obat tradisional impor, seperti dari India dan Cina.

Mencetak Praktisi
Pembukaan program ini adalah hasil kerjasama fakultas Farmasi dengan Gabungan Pengusaha Jamu (GP Jamu). Jenjang yang dipilih adalah Diploma 2. "Karena kita ingin mendidik calon praktisi, bukan akademis. Kita akan meneruskan ke D3 atau D4 bila memang diminati," jelas Ibnu.
Pada saat dibukanya nanti tahun 2002, program ini memprioritaskan utusan dari GP Jamu untuk bisa menjadi mahasiswanya. Hal ini dilakukan untuk memajukan 600 perusahaan jamu kecil dan menengah yang kebanyakan belum mendapat praktik pembuatan jamu yang baik.
Program ini akan memanfaatkan sumber daya yang telah ada di fakultas farmasi, seperti bagian Biologi Farmasi yang selama ini rajin melakukan penelitian obat-obat tradisional.

Fajar, Ukhid