log.gif (13574 bytes)
  Indeks  | Daftar Berita | Sapa Kami Pengelola

12/12/00
Pengembangan Fasilitas UGM Diskriminatif ?

UGM sering disebut sebagai kampus ndheso. Tapi sebutan itu tentu tidak bisa dijadikan pembenar atas minimnya fasilitas belajar mengajar di kampus ini. Terus terang, banyak fasilitas yang sudah ketinggalan jaman! 

Memang tak semua fakultas di UGM “miskin”. Saat ini beberapa fakultas, terutama fakultas eksakta, melakukan berbagai perbaikan dan peningkatan. Sedangkan beberapa fakultas non eksak penyediaan fasilitas seolah “tetap jalan di tempat“. Benarkah anggapan terjadi diskriminasi antara fakultas eksak dan non eksak?

Harus Berbagi
"Gara-gara ruang kuliah yang sedikit, ujian bisa berminggu-minggu lamanya," ujar Otto, mahasiswa Fakutas Pertanian. Di samping itu dia juga mengeluh tentang laboratorium perikanan. Menurut Otto, laboratorium seluas 7x7m digunakan untuk praktikum 60 orang dalam waktu yang sama. Tentu ini tidak efektif.

Hal ini ditanggapi oleh Pembantu Dekan (PD) I Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Mulyadi M.Sc. "Sebenarnya ruang kuliah yang kita miliki sudah banyak, tetapi mata kuliahnya lebih banyak. Begitu juga dengan laboratorium. Secara fisik tidak seimbang dengan jumlah praktikumnya.”

Masalah fasilitas yang kurang memadai juga diakui PD I Fakultas Teknologi Pertanian (FTP), Ir. Suwedo Hadiwiyoto, Msc, M.Phill. Namun, ia memaklumi kondisi tersebut, karena dana yang ada sangat terbatas, "Kalau fasilitas, yang namanya universitas negeri memang tidak memadai, karena tidak didukung dana." Meski begitu Suwedo mengatakan, dibandingkan dengan FTP universitas negeri lain di Indonesia, keadaan FTP UGM masih lebih baik. 

Kurang Ruang Kuliah
Pembantu Dekan (PD) I Fakultas Filsafat, Prof. Dr. Lasiyo, mengungkapkan bahwa fasilitas yang diperlukan fakultasnya belum terpenuhi, misal ruang kuliah atau infokus. Untuk mengatasi permasalahan ruang kuliah, pihaknya telah mengajukan proposal peminjaman Gedung Kuliah Umum (GKU) di sebelah Timur Fisipol. 

Hal senada diutarakan oleh Dekan Fakultas Hukum (FH), Dr.M.Burhantsani,SH. MH. "Fasilitas kita masih sangat kurang,” ujarnya. Fakultas ini bahkan hanya punya satu ruang kuliah, ditambah 3 ruang di Gedung Kuliah Bersama (GKB) Fisipol-Hukum. Kata Burhantsani, saat ini dia sedang mengajukan proposal tentang penambahan gedung perkuliahan fakultasnya.

Giat Membangun
Sekarang ini, UGM sedang melakukan pembenahan fasilitas terutama gedung perkuliahan. Beberapa fakultas mengadakan rombak total dan membangun gedung-gedung perkuliahan baru. 

Menurut PD I Fakultas Pertanian, Prof.DR.Ir.Mulyadi, M.Sc. dana yang diperoleh untuk pembangunan gedung Fakultas Pertanian di sebelah utara berasal dari Overseas Economic Cooperation Fund (OECF) -sekarang menjadi Japan Bank of International Cooperation (JBIC), lembaga donor milik Pemerintah Jepang. 
Lembaga donor tersebut meminta dana yang diberikannya diutamakan untuk pembangunan agrokompleks, yang meliputi fakultas Pertanian, Teknologi Pertanian dan Kehutanan, serta bidang kesehatan yang diberikan pada Fakultas Kedokteran. 

"Rencananya, kelima jurusan di pertanian akan di pindahkan ke gedung baru tersebut. Masing-masing jurusan mempunyai gedung sendiri. Fasilitas laboratorium akan dilengkapi, ” jelas Mulyadi.

Perpustakaan
Berbeda dengan fakultas eksakta yang lebih menekankan pembangunan sarana fisik, di fakultas non eksak peningkatan fasilitas mestinya ditekankan pada pengembangan perpustakaan.

Tentang kondisi perpustakaan di Fakultas Filsafat, Lasiyo menyatakan, "Idealnya ya tidak ketinggalan jaman. Tetapi pada kenyataannya banyak buku-buku baru yang belum terbeli." Namun, Lasiyo tetap menolak jika perpustakaannya dikatakan minim informasi dan ketinggalan jaman. 

Tetet dan Dede, mahasiswa Pariwisata '98 mengeluhkan keadaan perpustakaan Fakultas Sastra. "Buku-buku tentang Pariwisata masih kurang di perpustakaan. Apalagi info-info tentang kepariwisataan, atau info dari Diparda (Dinas Pariwisata Daerah, red).”

Ketertinggalan perpustakaan fakultas dalam menambah koleksinya dibenarkan dekan Fakultas Sastra, Prof. Dr. Sjafri Sairin, M.A. Ia mengatakan dari waktu ke waktu koleksi perpustakaan terasa kurang karena selalu banyak buku baru. 

Tetapi , sama seperti Lasiyo, ia menolak bila dikatakan perpustakaan sastra tidak memadai. Pihaknya berencana menambah ruang referensi untuk mengatasi buku-buku yang sering hilang di perpustakaan. Sjafri sendiri berobsesi Sastra akan memiliki perpustakaan yang menggunakan sistem komputer (online). 

Fasilitas lain, yaitu Pusat Pelatihan Bahasa (PPB), hingga kini masih rancu kepemilikannya. Laboratorium bahasa tersebut seharusnya digunakan untuk studi mahasiswa jurusan bahasa asing. Namun menurut Kepala PPB, sejak dua tahun lalu PPB berdiri sendiri, lepas dari Fakultas Sastra. Padahal, mahasiswa sastra, terutama program diploma sangat membutuhkan fasilitas tersebut. 

Mahasiswa eksak boleh berbangga tentang perpustakaan. Fakultas Pertanian, misalnya. Menurut Kepala perpustakaan Fakultas Pertanian Titi Hermini, Perpustakaan fakultas pertanian sudah maju selangkah. Sebab perpustakaannya sudah online. Jadi mahasiswa dapat mengakses lewat internet. Sayang, kemajuan ini kurang disosialisasikan.

Diskriminatif?
Timpangnya fasilitas yang dimiliki fakultas eksak dan non eksak sering menimbulkan anggapan bahwa pihak universitas bersikap diskriminatif. Perhatian pihak universitas, dalam hal ini subsidi, hanya tertuju pada fakultas-fakultas eksak saja. Sementara, fakultas yang non eksak seperti terabaikan, tak tersentuh. 

Hal ini tidak dibantah oleh Dekan FH yang menyatakan, "Ya, itu memang realita yang ada. Tapi, kita kan berusaha meminta pihak universitas untuk memperhatikan kita juga. Misalnya, pengadaan jurnal dan buku-buku untuk kelengkapan perpustakaan". 

Pembantu Rektor I, Prof dr Mochamad Anwar mengatakan, "Pesatnya pesatnya pembangunan fakultas eksak karena kemampuan mereka menjalin hubungan dengan luar negeri". 

Selanjutnya dia memberi contoh bantuan beberapa peralatan yang diterima oleh Fakultas Kedokteran Gigi berasal dari sebuah universitas di Belanda. Pembantu Dekan (PD) II Fakultas Sastra Drs. Teguh Basuki, S.U. "Fakultas Eksak memang sejak dulu kerap mendapat bantuan dari luar negeri. Kebutuhan badan luar negeri yang memberikan dana memang tertuju pada fakultas eksak. Untuk fakultas non eksakta yang dibutuhkan lembaga donor paling hanya fakultas Ekonomi," ujarnya.
Jadi, menurut Anwar, pihak universitas sendiri tidak pernah mengambil sikap diskriminatif. “Kenyataannya memang fakultas eksak bisa mencari dana sendiri melalui berbagai proyek yang mereka terima.”
(Inggried, Moko, Astri, Lina)