Edisi 43-04/12/2001

Menghasilkan Sarjana yang Berjiwa Enterpreneur

Hasil survey The Political and Economic Risk Country (PERC), Kompas (31/10) sangat mengejutkan. Betapa tidak, kualitas pendidikan di Indonesia berada di urutan terendah, di bawah Vietnam. Hasil survey ini didasarkan pada kualitas tenaga kerja. Dengan argumentasi bahwa mendapatkan tenaga kerja yang berkualitas adalah dengan sistem pendidikan yang berkualitas pula. Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia juga dapat dilihat dari ranking PTN-PTN favorit yang secara pelan tapi pasti turun peringkat dari tahun ke tahun.
Banyak faktor yang menyebabkan Indonesia berada dalam kondisi seperti ini. Mulai dari dana untuk sektor pendidikan yang minim. Kemudian, Dikti yang selalu mendikte dalam urusan kurikulum (yang katanya market oriented). Juga sarjana-sarjana yang kurang memiliki skill. Belum lagi lemahnya motivasi para sarjana.
Seharusnya sarjana wajib punya mimpi-mimpi, angan-angan, dan rencana tentang apa yang akan dikerjakan di masa depan. Para sarjana saat ini cenderung memilih bekerja di perusahaan. Dengan asumsi lebih "safe" dan berprestise. Serta gaji rutin ditambah fasilitas-fasilitas menjanjikan. Padahal lowongan yang ada sangat terbatas. Akibatnya, para sarjana lebih memilih jadi pengangguran.

***

Problematika seputar pendidikan seperti yang disebutkan di atas perlu dicari jalan keluarnya. Solusi yang mungkin tepat dan sekarang menjadi wacana adalah Enterpreneurship. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, enterpreneur berarti orang yang berani beresiko. Dalam konteks ekonomi berarti meraih keuntungan. Arti tersebut mengandung makna jiwa dan semangat.
Sekarang adalah momen untuk mengembangkannya. Bukan hanya jadi wacana. Otonomi kampus yang ditandai turunnya PP 153 tahun 2000 tidak hanya dimaknai otonom dalam segi finansial. Tetapi yang lebih penting adalah otoritas penuh PTN dalam penyusunan kurikulum tanpa didikte Dikti.
Ada baiknya kalau dimunculkan mata kuliah baru yang dapat membentuk sarjana berjiwa enterpreneur. Tujuannya adalah sarjana dapat menjadi manusia yang berdikari (berdiri di kaki sendiri). Tidak tergantung dengan lapangan kerja yang ada. Tetapi menciptakan lapangan kerja. Materi yang diberikan dalam mata kuliah tentang enterpreneur sifatnya haruslah aplikatif.

***

Dalam berwirausaha tidak harus menerapkan disiplin ilmunya. Kepandaian akademis akan diperlukan bila usaha sudah berjalan. Satu hal penting yang harus dimiliki seorang enterpreneur adalah keberanian. Entah itu berani mencoba, berani sukses, berani gagal, atau berani mengambil resiko. Seorang enterpreneur juga harus pandai berinovasi menghadapi pasar yang cepat berubah. Mempunyai OMD (orientasi masa depan) dan intuisi tajam dalam melihat setiap peluang.
Disamping itu, diperlukan EQ (emotional quotient) yang matang tanpa mengesampingkan IQ (intellegence quotient). EQ melibatkan bagaimana enterpreneur melatih dan mengontrol emosi. Sehingga bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. Terakhir, puncak kecerdasan adalah SQ (spiritual quotient). Ini berguna untuk memfasilitasi EQ dan IQ agar selalu berkembang secara beriringan. Dengan SQ, nantinya seorang enterpreneur tidak akan trauma dengan kegagalan dan berani mencoba lagi. Karena ada faktor kunci yakni soul (jiwa, spirit, roh).

***

Apa yang kita dapat selama proses kuliah, entah itu pengalaman, relasi, ilmu, kecakapan bicara, ketrampilan berorganisasi dan masih banyak lagi adalah modal yang akan kita gunakan untuk bekerja. Bukan melulu teori-teori yang kita dapatkan dari dosen. Oleh karena itu, kita tak ubahnya katak dalam tempurung bila hari-hari hanya diisi kuliah tanpa aktif dalam organisasi atau komunitas. Semoga wacana tentang enterpreneur ini dapat dikembangkan. Yah, semoga.

Yaya
calon enterpreneur
dari Fakultas Geografi

Powered by SKM UGM BULAKSUMUR, Bulaksumur B21 Jogjakarta 55281 fax (0274) 566711
email: bulaksumur@plasa.com
2 0 0 1